Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang perkara yang menjerat mantan Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Wakabareskrim Mabes Polri) Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol) Purnawirawan (Purn) Johny M Samosir, di ruang Wirjono Projodikoro 2, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran. Rabu siang (16/03/2023).
Dalam sidang kedua ini, agendanya pembacaan Nota Keberatan atau Nota Eksepsi Tim Kuasa Hukum yang terdiri dari Gunawan Raka, SH, MH, Indri Wuryandari SH MH, Cici Haira Dewi SH MH, Ni Putu F Pertiwi SH serta Wahyu Bangun Haryadi SH. Tim Kuasa Hukum menilai PN Jakpus tak berwenang memeriksa perkara yang menimpa kliennya terdakwa Irjen Pol (Purn) Drs Johny M Samosir (mantan Wakabareskrim Polri).
Kuasa Hukum mantan Wakabareskrim Mabes Polri Drs Jhony M Samosir, Gunawan Raka SH MH mengatakan, locus delicti (delik lokasi) sebagaimana Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) berada di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dan letak objek, kejadian perkara dalam perkara ini juga berada di Kabupaten Konawe. “Demikian juga sebagian saksi–saksi yaitu berada di 9 (sembilan) lokasi Desa Laosu Jaya, Diolo, Lalimbue Jaya, Lalimbue; Kapoiala Baru, Tani Indah Morosi, Tanggobu dan Kelurahan Kapoiala, yang terletak di 3 (tiga) Kecamatan (Morosi. Bondoala dan Kapoiala) Kabupaten Konawe,” ujar Gunawan Raka SH MH saat membacakan Nota Eksepsi.
Sehingga, sambungnya, tak beralasan apabila perkara ini disidangkan di PN Jakpus Kelas IA Khusus. Sesuai Pasal 84 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), PN Jakpus Kelas IA Khusus tak berwenang memeriksa dan mengadili perkara Aquo.
“Selain itu, kami juga menyoal Surat Dakwaan JPU tanggal 01 Maret 2023. Perkara ini diawali perjanjian antara PT KPP dan PT VDNI pada tanggal 28 Maret 2018. Atas perjanjian Aquo, para pihak tidak menaati perjanjian, sehingga objek tanah yang diperjualbelikan jadi sengketa,” ucapnya.
Ia menjelaskan, atas sengketa ini para pihak saling gugat menggugat di PN Jakarta Utara (Jakut) yang teregistrasi dalam perkara Nomor : 209/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Utr antara Penggugat PT Konawe Putra Propertindo (KPP) dan Para Tergugat 1). Huang Zuochao 2). Wang Bao Guang 3). PT Virtue Dragon Nickel Industry 4). PT Virtue Dragon Nickel Industrial Park, 5). Achmad SH, Notaris di Kabupaten Konawe. Saat ini perkara tersebut sedang dalam proses pemeriksaan perkara di tingkat Mahkamah Agung RI (Kasasi).
Atas perkara perdata itu tindakan penyidikan dan penuntutan seharusnya ditangguhkan, sehingga Surat Dakwaan JPU bertentangan dengan KUHP dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI (Perkap) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana dan Peraturan Mahkamah Agung (PerMA) Nomor 1 Tahun 1956. Pasal 1 dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 tahun 1980 yang berbunyi : “Apabila dalam pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu” dan PerMA Nomor 1 Tahun 1956 Surat Panduan dalam sistem penuntutan yang dikeluarkan oleh Kejagung RI Nomor B-230/E/Ejp/01/2013 tanggal 22 Januari 2013 pada Butir 3 sampai dengan butir 7 yang dinyatakan : “Jika sekiranya kasus yang objeknya berupa tanah yang belum jelas status hukum kepemilikannya, sehingga menjadi objek sengketa perdata, maka kasus tersebut berada dalam ranah perdata dan merupakan perkara perdata murni, sehingga tidak selayaknya dipaksakan untuk digiring masuk ke ranah Pidana Umum atau Pidum”.
Selain itu, pelimpahan berkas perkara ke PN Jakpus seharusnya pada waktu bersamaan turunan Dakwaan dan Berkas Perkara harus disampaikan ke terdakwa. Namun, di perkara ini, terdakwa atau Penasihat Hukum (PH) tidak diberikan Berkas Perkara.
Malah yang diberikan hanya Surat Dakwaan dan itu pun menjelang sidang dimulai. Hal ini jelas-jelas menyalahi aturan Hukum Acara Pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 143 ayat (4) KUHAP, sehingga Surat Dakwaan Batal Demi Hukum.
“Karenanya, kami mohon Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, berkenan kiranya mempertimbangkan Nota Keberatan (Eksepsi) ini dan memberikan putusan dalam Eksepsi sebagai berikut: “Menyatakan menerima dan mengabulkan Nota Keberatan (Eksepsi) dari PH Terdakwa Drs JOHNY M SAMOSIR untuk seluruhnya, Menyatakan PN Jakarta Pusat Kelas IA Khusus tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara Aquo, Menyatakan Surat Dakwaan JPU Reg.Perkara No: PDM- 44/M 1 10/Eoh 2/03/2023 tanggal 01 Maret 2023 batal demi hukum, Menyatakan Terdakwa Drs JOHNY M SAMOSIR tidak dapat dipersalahkan dan dihukum berdasarkan atas Surat Dakwaan yang batal demi hukum atau dinyatakan batal, serta Memerintahkan JPU mengeluarkan Terdakwa Drs JOHNY M SAMOSIR dari tahanan”.
Perlu diketahui, mantan Wakabareskrim Mabes Polri, Irjen Pol (Purn) Johny M Samosir sebelumnya meminta permohonan perlindungan hukum ke Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Surat permohonan perlindungan hukum ke Jokowi itu dikirimkan melalui Kuasa Hukumnya, Gunawan Raka SH MH di Jakarta, pada Senin (06/03/2023).
Permohonan perlindungan yang diminta setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakpus melakukan penahanan kepada Johny M Samosir yang surat perintahnya diterbitkan pada 1 Maret 2023 atas berkas perkara dari penyidik Bareskrim Polri Nomor BP/49/VI/2021/Dittipidum tanggal 25 Juni 2021. Menurutnya, Johny M Samosir dituding melakukan Tindak Pidana Penggelapan dan melanggar Pasal 372 KUHP.
Dia ditahan penyidik sebagai Direktur PT Konawe Putra Propertindo setelah dikhawatirkan akan melarikan diri. PT Konawe Putra Propertindo merupakan perusahaan pembangun dan perintis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Konawe di Kabupaten Konawe, Provinsi Sultra sejak 2013.
“PT Konawe Putra Propertindo diundang oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe untuk berinvestasi dalam pembangunan kawasan Industri di atas lahan seluas 5.500 Hektare (Ha),” urainya.
Dijelaskannya, perizinan dan rekomendasi telah dimiliki oleh kliennya dalam mengelola kawasan industri Konawe dan telah berhasil membebaskan lahan sekitar 730 Ha. Termasuk membangun infrastruktur, seperti membangun jalan sepanjang 32 Kilometer (Km) persegi, pelabuhan, dan lain-lainnya untuk bisa menjadi kawasan industri dalam waktu 8 (delapan) bulan sejak berinvestasi.
“Bahwa dalam perkembangannya, perjanjian kontrak kerja antara pihak klien kami dan pihak PT VDNI terindikasi adanya konspirasi dalam tindak kejahatan yang dilakukan oleh Direktur Perusahaan PT Konawe Putra Propertindo yang terdahulu yaitu Huang Zuochao,” ungkapnya.
Huang Zuochao telah diberhentikan dari kedudukannya sebagai Direktur Utama (Dirut) berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 27 Agustus 2018. Pemberhentian itu tertuang dalam Akta Pernyataan Keputusan RUPS PT Konawe Putra Propertindo Nomor 2 pada 3 September 2018 yang dibuat di hadapan Musa Muamarta, Notaris di Jakarta.
Selanjutnya, terjadi perubahan Dirut, yang telah diberitahukan kepada Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (KemenkumHAM) RI sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku serta telah diterima oleh KemenkumHAM RI. Lalu Jhonny M Samosir memerintahkan Wakil Direktur (Wadir) atas nama Eddy Wijaya untuk membuat Laporan Polisi (LP) di Polda Sultra
LP tersebut sebagaimana teregistrasi dalam LP Nomor: LP/281/VI/2019/SPKT Polda Sultra tertanggal 20 Juni 2019. “LP itu disampaikan PT Konawe Putra Propertindo karena terjadinya Tindak Pidana Penggelapan dalam jabatan atau penggelapan hak atas tanah dalam Perseroan Terbatas (PT),” terangnya.
Diduga pula, imbuhnya, terjadi Tindak Pidana di bidang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Diduga juga ada keterlibatan pihak-pihak lain.
Karena, sambungnya,, dari hasil pengumpulan alat bukti, petunjuk, saksi-saksi diketahui telah terjadi penggelapan atas aset-aset dan uang PT KPP oleh tersangka Huang Zuochao dan Wang Bao Guang. “Saat ini perkara tersebut telah dilimpahkan penanganan perkaranya ke Bareskrim Mabes Polri,” tandasnya(red)
0 Komentar